Acquired Taste

Setelah pengalaman minum es nano-nano di Lang Viet tempo hari, sekarang gw punya kebiasaan baru... Nambahin garem di es jeruk! He he he he...



Mungkin buat sebagian orang hal ini aneh, atau bahkan yucky... Tapi
walaupun awalnya kaget, ternyata rasa jeruk yang asem seger bercampur
dengan garam yang asin cukup gw sukai... dan kalau di suatu tempat
minuman semacam ini adalah minuman sehari-hari... nah tinggal kitanya
yang bertanya, pola pikir siapa yang salah? Kita yang nganggap nambah garem pada minuman sebagai suatu hal yang grossy, atau "mereka" yang nganggap kita nggak asik karena gak bisa menikmati segelas es jeruk yang segar dan gurih?



Tapi sebenernya diluar gimana pendapat anda dan saya, kita dan mereka,
hal-hal semacam ini terkait erat dengan istilah kuliner yang bunyinya "acquired taste", alias rasa yang di acquire, atau apresiasi rasa sebagai hasil dari usaha secara sadar untuk menikmati (hasil ngira-ngira sendiri, jangan nanya referensi!).



Yang termasuk dalam kategori makanan dengan acquired taste, umumnya adalah makanan yang tidak terdapat dalam keseharian kita. Ambil contoh paling lazim; sushi dan sashimi.



SUSHI?? IKAN MENTAH?? YUCKKK!!!



Nah, jangan dulu bersorak sorai kalau anda ngerasa setuju dengan
kalimat tersebut... Sebenarnya saya sendiri termasuk pada golongan
orang berpendapat demikian.... tapi itu dulu... sebelum akhirnya saya mengenal kenikmatan luar biasa dari "rasa asli" suatu bahan makanan, sebagaimana terdapat dalam hidangan unik dari Jepang ini.



Dibilang "rasa asli", itu karena dalam persiapannya, umumnya daging
untuk sushi dan sashimi tidak mengalami proses pemasakan atau pemberian
bumbu. Perkecualian misalnya, untuk jenis masakan unagi (belut sawah) yang dipanggang terlebih dahulu dan diberi special glazing, serta ebi (udang) dan tako (gurita),
yang direbus sejenak terlebih dahulu. Jadi yang terdapat dalam sushi
dan sashimi, adalah rasa asli dari bahan makanan yang dipakai... memang
ada tambahan saus (shoyu) dan sambal (wasabi) untuk menambah
petualangan rasa, tapi pada dasarnya, gimana rasa asli dari daging yang
dipakai, adalah apa yang kita rasakan.



Mungkin kalau anda penggemar sushi, anda tidak jijik, tapi akan
mengucurkan liur ketika melihat Discovery Channel memutar film
dokumenter Beruang Grizzly yang mengunyah mentah ikan Salmon di pinggir
sungai.... I do... and my sushi lover friends understand.



Secara basic, saya termasuk pembenci ikan, apalagi ikan darat
yang rata-rata anyir dan bau lumpur. Kalau masaknya gak bener, rasa
anyir ini sangat kentara dan jadi mengganggu... Tapi dalam lubuk hati,
di jaman dulu pun, ada hasrat untuk mencoba hidangan sushi dan sashimi.
Pembenarannya? Karena ada suatu negara yang penduduknya sama-sama
kompak menganggap hidangan jenis ini sebagai makanan favorit. Dalam
kasus ini saya yang bertanya... Pola pikir siapa yang salah? Kenapa gak
dicoba? Toh ada yang nganggap makanan ini enak, dan keliatannya mereka
sama manusianya sama saya... Can I learn to like it?



Jadi ketika akhirnya terpaksa bertemu dengan makanan jenis ini, dengan pola pikir berusaha untuk menikmati, jadinya yang terjadi adalah saya berusaha untuk mencari karakter khusus, nilai lebih dan sisi unik dari sushi dan sashimi.



Hasilnya? Now I'm an all-time all-weather sushi fanatic!.



Contoh lain dari makanan kategori "acquired taste"?



Ada yang tau "Balut" dari Filipino? Telur unggas yang nyaris jadi hewan
ini dianggap cemilan lezat untuk dinikmati kala santai, walaupun buat
turis asing kemungkinan akan mengalami horror tingkat tinggi kala harus
memakan telur yang isinya sudah ada anggota tubuh dari bakal mahluk
hidup...



Hmm... telor tapi kok ada kriuk kriuk nya...?



Contoh lain? Gimana dengan kebiasaan masyarakat Belanda untuk makan
ikan Herring mentah? Atau masyarakat China yang gemar mengkonsumsi
"Telur Pitan" (Century Egg) yang rasanya "aduhai"? Semuanya terlihat
tak lazim karena makanan-makanan tersebut berasal bukan dari lingkungan
kita. Nah gimana kalau ternyata makanan semacam ini ada di lingkungan
kita? Mau tau jenis makanan yang masuk kategori acquired taste dari
keseharian kita? Nih, coba pikirkan secara sadar mengenai (bahan)
makanan-minuman berikut ini:


  • Telur Asin


  • Petis

  • Terasi

  • Kencur


  • Oncom

  • Paria (Pare)

  • Rebung

  • Petai

  • Jengkol


  • Cabe Rawit

  • Durian


  • Kiamboi (Sirup nano-nano dari Medan)


  • Kopi


Apa anehnya???



Telur asin secara first taste
sebenarnya berasa mirip sesuatu yang mulai busuk... Terasi memiliki
rasa yang aneh dan berbau mirip kaki setelah seharian ikut gerak
jalan... Paria membuat mata memicing karena ketir... Cabe Rawit? Bikin
dunia serasa kejam kalau tak sengaja kegigit... Durian, bagi orang bule adalah buah "hard core" yang command respect
saking aneh rasanya dan nyegak baunya... Sedangkan kopi, jika puyer
obat yang pahit kita hindari, lha minuman pahit yang satu ini malah
jadi favorit...



Semuanya ada pada familiaritas... Kalau sehari-hari di rumah, bokap
(tetangga) doyan ngemut pete, dan nyokap (kamu) doyan nyeruput semur
jengkol, tentu makanan-makanan ini bukan hal yang nista dan tabu dalam
kamus makanan anda... Karena terbiasa, makanya udah bukan jadi hal
spesial atau spektakuler lagi... Padahal buat first timer?... Bleeh!!!



Dalam kerangka pikir yang sama, gimana kalau perspektifnya dibalik? Suatu makanan "aneh" belum tentu nggak baik atau ngaco,
hanya karena kita yang gak terbiasa dengannya. Dan dengan semangat yang
sama, jika kita liat suatu makanan ada penggemar fanatiknya, berarti
ada suatu kebaikan yang bisa diapresiasi dari makanan tersebut.



Kalau pola pikirnya sudah begini, nggak ada deh istilahnya kita menjelek-jelekkan suatu makanan asing hanya karena kita gak ngerti gimana menikmatinya. Yang ada, kita yang ngeliat ke dalam diri sendiri dan bertanya, "kenapa gw suka makanan ini", dan "kenapa gw gak suka makanan itu", bukan...



IKAN MENTAH? IIIHHHHHH



4 comments:

dyah andrini said...

Saya juga tidak suka ikan, dan walaupun sudah ketemu beberapa ikan yang lumayan enak, teuteup ikan bukan menu favorit. Btw, i hesitate to eat sushi and sashimi bukan karna mentahnya (semata : ), tapi karna pernah baca satu artikel (entah dimana, lupa) yang bilang kalo seafood mentah sekalipun (yang notabene lebih sehat dari pada daging-dagingan mentah lainnya) tetep mengandung bakteri yang sama dengan daging2an , walau jumlahnya lebih sedikit. Terpikir lagi laut di Indonesia (dan dunia) udah tercemar...aduh....Makin tambah banyak saja alasan saya tidak makan ikan : (

Tapi buat yang syuka makan ikan sih....sok aja atuh...wong saya juga demen sop kambing (dengan segala kekurangannya)...

Bayu Amus said...

Jangan terlalu khawatir... Umumnya sushi dan sashimi memakai bahan ikan yang hidup di laut dalam, dan bermigrasi secara rutin... Artinya, si ikan nggak pernah tinggal lama di suatu tempat karena terus mengembara... Pengaruhnya apa? Kemungkinan kontaminasi racun atau parasit untuk ikan jenis ini sangat kecil, beda dengan ikan laut "lokal" yang sejak idup sampe mati berenang di situ-situ doang, sehingga kl lautnya tercemar maka pencemarannya ini numpuk di badan dia. Dan jangan salah, rata-rata bahan sushi itu import koq, alias gak pake ikan teluk Jakarta... =)

Dan soal bakteri... tubuh kita (alhamdulillah) udah punya penangkal alamiah yang ampuh... tanpa ini, niscaya kita sakit melulu...

Kl soal bakteri, pernah ada riset independent di Jakarta yang menyimpulkan kalau sekitar 90% makanan yang dijual di kakilima itu mengandung bakteri berbahaya, walau karena masih dalam batas normal (buat orang indonesia), makanya gak berakibat fatal.

Kl gak gemar ikan, usahain konsumsi asam lemak Omega 6 nya tetep dilakuin... sangat bermanfaat buat badan...

Lala Lumunon said...

Wah, ini klop banget sama ajaran bokap gue... :p
Setiap kali memesan jus, pastikan mereka menambahkan garam ke dalamnya. Katanya sih rasanya akan lebih "bulet", dan memang terbukti IYA. Hehehe... Yah paling enggak nambahin garam sendiri deh. ^_^V

Bayu Amus said...

Istilah yang tepat... dalam masakan aja kan, paduan gula plus garam lah yang buat rasa masakan jadi "bulat".

Appearances