Orang Bali tak suka kecap manis?

"Eh tukang mie ayam tuh" seru teman kerja yang baru kembali dari meeting di luar kantor, dan sayapun kemudian menyadari ada suara kentongan kayu khas penjual Mie Ayam keliling terdengar, hidangan yang banyak dijual di jalanan Bali atau di tempat-tempat keramaian.

Walaupun sebenarnya sudah lumayan kapok jajan mie ayam keliling di Bali ini, karena jarang yang enak, tapi karena perut sedang lumayan kosong jadinya saya memberanikan diri untuk mencoba saja, siapa tahu dapat langganan baru? Kalaupun nggak enak yah sudah terduga kan?


Gerobaknya sendiri berwarna cokelat, kokoh dan bersih, adapun penjual mie ayamnya adalah seorang bapak di usianya yang sekitar 40an tahun. Sempat agak khawatir melihat stock bakso nya yang benar-benar tanpa tekstur, tapi merasa gembira melihat tumpukan pangsit goreng yang si bapak bawa.

"Mie Ayam satu ya pak" seru saya.

Sambil si bapak penjual mie ayam menyiapkan pesanan, sayapun tergerak memperhatikan bumbu apa saja yang ia masukkan ke mangkuk: sedikit vetsin, minyak, kecap asin, dan satu jenis kecap lain yang mungkin saja kecap ikan, karena penampilannya dan kekentalannya mirip kecap asin.

"Pak, sekalian kasih saus duluan ya, biar ikut diaduk. Terus keringin aja jangan pakai kuah" pinta saya, sesuai gaya mie ayam yang saya sukai. Beberapa gelontor saus misterius berwarna oranye pun kemudian dituangkan, bercampur dengan adukan kecap yang sudah lebih dulu ada di mangkuk saya.
Iya mas, kalau di Bali #kecap manis saya yang paling cepet abis, sambung bapak penjual mie ayam

"Kecap manis pak?" tanya si bapak.
"Oh, jangan!" seru saya cepat, karena kecap yang berlebih cenderung menenggelamkan rasa lain yang ada di si mie ayam, apa lagi biasanya kecap yang dipakai rasanya asal-asalan juga.

Mendadak tengingat diskusi dengan rekan-rekan panelis waktu diskusi Bango tempo hari, plus asumsi bahwa kecap nggak laku di Bali, maka sayapun tergerak untuk melakukan sedikit interview dengan si penjual mie ayam,

"Bawa kecap manis juga pak?" tanya saya
"Oh iya mas, orang Bali kan suka manis" jawab si bapak

Hm? Bukannya orang Bali justru nggak suka kecap dan lebih suka rasa pedas asin? Agak kurang percaya dengan apa yang saya dengar, saya pun bertanya kembali:

"Oh, jadi kalau di Bali malah pada suka pake kecap manis pak?" tanya saya kembali.
"Iya mas, kalau di Bali kecap manis saya yang paling cepet abis" sambung si bapak sambil menunjukkan isi botol kecap manis nya yang tinggal 1/2 penuh.
"Kalau di Jawa Barat kan saus tuh yang cepet abis, kalau di Bali saus nggak laku" lanjut si bapak.
"Jaman saya jualan di Jakarta wah bawa saus dua botol gini aja nggak cukup pak" sambungnya.
"Hahaha, iya, iya, betul pak di Jakarta sih saus yang laku keras" lanjut saya mengiyakan, berdasar pengalaman pribadi sebagai seorang mieayamphilia yang puas menjelajahi mie ayam di jalanan Jakarta selama 9 tahun.

Pembicaraan pun dilanjutkan dengan tempat asal, secara sama-sama pendatang, sambil si bapak menyiapkan pesanan saya.

Begitu panci berisi semur ayam nya dibuka, ternyata potongan ayam nya cukup besar-besar dan semuanya daging, bukan jenis asal-asalan yang biasanya lebih banyak berisi tulang dan kulit. Kuah nya pun menunjukkan warna kehitaman yang cukup pekat, plus tebaran minyak di permukaan yang cukup merata. Pertanda baik, pikir saya.

Pesanan sayapun siap dan waktunya makan!


Sambil menikmati mie ayam yang ternyata jauh lebih enak dari perkiraan saya tersebut, sayapun tak habis pikir dengan ucapan si bapak penjual mie ayam bahwa orang Bali ternyata gemar kecap manis, suatu hal yang bertentangan dengan apa yang selama ini para produsen kecap kira.

Memang tidak seheboh kecintaan masyarakat Jawa pada kecap misalnya, namun dari interview singkat tadi sepertinya saya mulai berubah pikiran mengenai stereotype selera masyarakat Bali, yang selama ini setahu saya cenderung mengarah ke asin dan pedas.

Bukan berarti pula ada pergeseran selera besar-besaran, namun sepertinya masyarakat Bali sudah terbiasa dengan masakan pulau Jawa seperti Siomay Bandung (Baso Tahu), Sate Madura, Mie Ayam, dan hidangan lainnya yang kadar kecapnya cukup dominan. Malah salahsatu trend makanan terbaru di Bali, adalah perpaduan antara makanan tradisional Bali dengan kuliner China: Nasi Jinggo Babi Kecap.

Jadi betulkah orang Bali tak suka kecap manis? Sepertinya asumsi ini sudah perlu ditinjau ulang. (byms)

0 comments:

Appearances