Showing posts with label fooddrinks. Show all posts

Reclaiming Rendang; Has Indonesia Really Lost it?

Rendang is a dish made from beef (or other meats) which slowly cooked in coconut milk and spices. The taste is curry like, pungent, with beautiful coconut fragrant, and a load of hotness from the chillies. A good rendang usually has darkish brown coloring with a greasy grainy rendang paste.

Rendang is also considered as one of the national food of Indonesia, though lately Mr. President chose to promote Nasi Goreng Indonesia instead at the World Expo Shanghai China 2010 (WESC 2010) which held at Shanghai, China, from May 1st - Oktober 31st 2010; perhaps due to the more simpler preparation required by Nasi Goreng Indonesia. 

Indonesian culinary experts on the other hand, unanimously choose rendang as one of the signature dish of Indonesia.

However, even though Wikipedia clearly states that Rendang is a dish originated from Indonesia, and there's no doubt in Indonesian mind that rendang is their national cuisine, a recent Google search shown an interesting fact that the most prominent promoters of Rendang are not Indonesian, but Malaysian.

La Fonte Pasta Sauce Bolognese


Rating:★★★
Category:Other
Di jaman yang nggak terlalu dulu, bikin hidangan pasta adalah suatu kegiatan yang memakan waktu, walau menyenangkan. Gw terbiasa untuk manggang tomat sama paprika sendiri untuk dibuat saus pasta, ngira-ngira banyaknya tambahan bumbu sendiri, dan kadang harus improvisasi ganti oregano sama kemanggi kalau lagi ngirit budget. Hasilnya oke, tapi berantakan setelahnya itu yang lumayan bikin males beresin. Kalau beli bumbu jadi, Prego yang botolan misalnya, berarti siap-siap keluar budget yang lumayan, karena saus siap jadi pada masa itu semuanya full-import; kadang lebih ramah di kantong kalau beli di restoran aja sekalian.

Untungnya, menyusul berkiprahnya Indofood di pasaran pasta kering dengan merk La Fonte, mereka pada sekitar tahun 2008 lalu melengkapi produknya dengan jenis yang satu ini: saus bolognese siap saji. Sekarang, proses masak spaghetti ini jauh lebih ringkas: tumis bawang bombay beserta daging giling, masukkan bumbu spaghetti siap sajinya, masak hingga mendidih, lalu campurkan dengan spaghetti / pasta yang sudah direbus sesuai selera, dan jadilah! Isteripun jadi doyan makan spaghetti di rumah, dibanding sebelum-sebelumnya selalu nge-refer ke spaghettinya Pizza Hut.

Taste-wise, basis rasanya cukup mantap, kira-kira cocok lah sama lidah Indonesia yang nggak terlalu suka rasa terlalu asem, tinggal disesuaikan sendiri sama preferensi lidah masing-masing. Saya pribadi sih biasanya tambahin lagi kaldu blok, merica, taburan mixed herbs, dan tentunya keju parut, sedangkan isteri biasanya harus plus saos sambel, maklum "chilli tooth"; nggak nemu pedesnya cabe berarti ada yang salah sama masakannya.

Dijual dalam kemasan sachet platik 360 gram, harga sekitar 15K, cukup buat makan bertiga / berempat. Kalau berdua biasanya bisa buat dua kali masak. (bay)

Food Note: Sate Tuna Warung Guan

Nemu warung "Guan" yang jualan sate Tuna deket kost di Bali sini, sepuluh tusuk sate ukuran sedeng harganya cuma 4 rebu rupiah - keliatannya mau bersaing sama sate madura, makanya harganya merakyat.

Satenya sendiri beda sama sate tuna lainnya yang pernah gw temuin di Bali ini, yang dagingnya diiris meng-koin (rada bulet) dan berkarakter rasa smokey. Yang  di Warung Guan ini lebih mirip sate Marangi (Purwakarta) karena dah di-marinate bumbu sebelum dimasak. Sate mentahnya sendiri malah dikulkasin juga, jadi bumbunya meresap dalem. Dimakan tanpa saus ataupun condiments apa-apa, not even bawang, tapi karena dah dibumbuin jadinya asik-asik aja, nggak terlalu kentara kalau itu daging ikan, kecuali karena adanya aftertaste yang khas ikan laut tuh; rasa-rasa "gatel enak" pada gusi. Walaupun gw tetep prefer "mentah"nya (Maguro sushi), tapi yang satu ini oke juga koq, gw mah doyan, apalagi daging ikan laut kan relatif lebih sehat daripada daging hewan ternak, mengandung Omega-6 pula yang baik buat kesehatan.

Selain sate, ada juga sup Tuna, dengan bumbunya mirip sop bening biasa minus sayuran, dan karakter aroma daun salam yang cukup kentara. Daging tunanya sendiri dipotong dadu 1cm an, dan walau dibikin sup tapi nggak jadi buyar, nggak amis juga, dan kalau disantap masih panas-panas wuih asik!

Andai saja masaknya pake rumput laut juga... jadinya kan kuahnya mirip-mirip Dashi (kaldu ikan) nya Jepang yang sedap itu. Tapi segini juga dah seneng koq, alternatif menarik kalau bosen makan nasi campur atau capcay goreng. (bay)

Food Note: Nasi Goreng depan Pasar Sederhana, Bandung

Di depan Pasar Sederhana, Bandung, kalau malem-malem biasanya sebagian area parkirnya berubah menjadi area jualan makanan. Selain dari tenda Sate dan Pecel Lele, ada satu tenda Nasi Goreng disini yang hadir tanpa merek. Tapi walau tanpa merk nggak berarti kualitasnya meragukan. Desas-desus yang beredar justru menginformasikan kalau di tenda ini kualitas nasi gorengnya above-average.

Setelah beberapa kali lewat dan nihil nggak nemu tendanya, bbrp malem lalu akhirnya ketemu juga tendanya, dan langsung mesen nasgornya satu porsi. Waktu ngobrol sama pemilik sekaligus tukang masaknya, ternyata mereka sempet bbrp lama nggak jualan gara-gara jalan keluar rumahnya sedang di-pelur (istilah Sunda untuk disemen ulang).

Di sebelah ketel penggorengan, bertengger satu wadah jumbo berisi saus berwarna hijau kekuningan. Waktu ditanya itu apa, oh ternyata bumbunya... Style nasgor disini adalah nasgor kecap. Selain dari nasgor terdapat juga Mie Goreng, dan Mie Rebus. Minimalist menu...

Pilihan nasgornya cuma dua: dengan atau tanpa sambel. Sebagai pecinta yang manis-manis dan lucu-lucu, sudah tentu saya milih yang tanpa sambel. Nasi yang sudah selesai digoreng, kemudian diberi topping sebagai berikut: ayam suwir berwarna kekuningan yang cukup generous, acar cukup asem, dan 2 pcs kerupuk udang. Porsinya sendiri lumayan.

Dari segi rasa, walaupun bertajuk nasi goreng kecap, namun karakter rasa kecapnya cukup-cukup saja dan tidak terlalu dominan. Walaupun penampilan bumbu mentahnya terlihat kaya bawang putih, namun ternyata karakter bawangnya lembut-lembut saja. Malah on overall kekuatan bumbunya juga sedang-sedang saja, cuma memang komposisinya yahud! Ayam suwir berwarna kuningnya cukup medok, dan porsinya bisa cukup dimakan sampai suapan nasi terakhir... suatu hak asasi yang jarang dimengerti para penjual nasi goreng tenda umumnya...

Oh ya, selain ayam, nasi goreng ini cuma mengandung telur. Jadi bagi mereka yang rada geuleuh dengan irisan baso tepung pada nasi gorengnya bisa bernapas lega. Kualitas nasinya juga bagus, dan karena cukup light maka ater-taste nya juga terbebas dari serangan leher berminyak atau rasa giung yang mengganggu.

Walaupun tadinya saya berharap karakter rasa yang lebih condong ke nasgor nya chinese food (gurih dan kaya kecap inggris), tapi untuk harga 9K all in all pengalaman makan nasi goreng Pasar Sederhana ini sama sekali tidak mengecewakan. Apalagi ayam suwirnya cukup melimpah.

Yang kurang? Pilihannya tentu. Soalnya kebayang kalau base nasi gorengnya aja udah enak seperti ini, mau diajak tempur sama sidekick lainnya pun pasti edun. Kalaupun nggak something fancier seperti udang dan seafood, minimal ati-ampela lah. Atau mungkin si mang yang jualan perlu diajak ke Banda Aceh sekali-kali, buat ngeliat gimana beragamnya jenis lauk yang bisa diikutsertakan sebagai teman makan nasi goreng. (bay)

Food Note: Carrefour Resto Braga - Braga Walk, Bandung

Berbeda dengan lazimnya Food Court Carrefour yang terpisah, maka di Braga Walk ini food courtnya terletak di tengah-tengah area perbelanjaan. Style ini sebelumnya telah diadaptasi dengan baik oleh Giant cabang Plaza Semanggi, dimana para pengunjung bisa langsung duduk untuk makan atau rehat sejenak tanpa harus keluar area perbelanjaan dahulu.

Dengan demikian, sama halnya di CaFo Braga Walk ini, pengunjung bisa beristirahat sejenak sambil minum / makan ditengah-tengah kegiatan wisatanya.

Koq wisata?

Lho bukankah berbelanja memang merupakan salahsatu bentuk rekreasi masyarakat kota? Mau beli sabun cuci dan beras pun harus ke hypermarket... alasannya, "sekalian refreshing". (... dan berakhir dengan migrain akibat over budget... )

Jadi sebenernya langkah yang dilakukan Giant dan CaFo ini sudah cukup jitu. Lagi belanja cape? Parkir trolley, ambil teh botol dari cold display, duduk, minum, bayar. Atau sekalian saja "ngemil" dulu nasi goreng Yang Chow atau Beef Stroganof.

Tapi jangan keburu kecil hati juga, istilah "ngemil" mungkin terlalu under-estimating buat sebagian besar pengunjung berperut normal, karena sebenarnya dengan harga yang termasuk ekonomis untuk daerahnya (rata-rata 10K), porsi yang ditawarkanpun ternyata tidak mengecewakan. Apalagi dengan banyaknya pilihan yang ditawarkan, Resto Braga nya Carrefour ini bisa jadi pilihan yang menarik dan murah meriah.

Awalnya waktu kami datang, tempat ini kelihatan sepi dan hanya ada dua pelanggan, mungkin karena pengunjung lain banyak yang ragu dengan kualitas tempat ini. Sedangkan kami karena penasaran, tanpa banyak menimbang-nimbang langsung mencari tempat duduk. Setelah menimbang-nimbang beberapa pilihan, akhirnya saya milih Nasi Goreng Yang Chow (10K) yang kelihatannya sedang naik daun. Kelebihan dari nasi goreng yang satu ini adalah, isinya yang condong kearah nasi goreng seafood, tapi dengan tambahan sayuran dan karakter rasa yang light. Isteri memesan Beef Stroganoff (10K). Minumnya Teh Botol Sosro dan Fruit Tea (2.5K).

Mungkin aura epicurean kami terasa kuat, maka tak berapa lama kemudian turut bergabung sekelompok remaja, yang sebelumnya beberapa kali bolak-balik tempat ini. Tak lama kemudian turut bergabung sekelompok remaja lainnya, dan tak lama kemudian Resto Braga inipun fully-booked hingga ke meja seberang.

Sayangnya, kapasitas staff yang hanya dua orang, ditambah sistem yang kelihatannya masih belum jelas, mengakibatkan masalah dalam pelayanan. Misalnya pesenan saya, berhubung pelanggan-pelanggan lain kompak memesan nasi goreng seafood, maka dengan heran saya perhatikan Juru Masak yang bertugas menyatukan pesanan saya dengan mereka. Padahal saya sudah dua kali mengingatkan ybs kalau saya memesan Nasgor Yang Chow duluan. Dan Yang Chow sudah jelas beda dengan Seafood... lah di menu nya aja dibedain... Pun ketika sepiring nasi goreng akhirnya terhidang di hadapan saya, dan saya tanya apakah ini Nasgor Yang Chow? Si Juru Masak (dengan muka tegang) mengiyakan. Padahal jelas-jelas saya lihat ia berasal dari wajan yang sama dengan pesanan tetangga-tetangga saya ini.

Tapi berhubung sudah tiga kali strike, saya jadi ragu mau komplaint, bukan apa-apa, khawatir nggak nemu jalan keluar, lha udah tiga kali diingetin... Diprotes juga keliatannya sia-sia... hehe. Pilihan akhirnya tinggal dua: walk-out, atau pasrah nrimo. Dan berhubung pesanan isteri nggak ada masalah, sayapun milih options number two saja, toh karakter rasanya tetep mirip-mirip. Apalagi setelah nyoba sambelnya dan jatuh hati...

Oh ya, selain dari menu masakan yang dimasak langsung, terdapat juga aneka pilihan paket siap saji, termasuk paket ayam bakar dan nasi rendang daging sapi. Mau di-combine dengan pilihan menu masak langsungnya juga boleh-boleh saja koq.

Selain catatan soal pelayanan tersebut, dari soal taste ternyata surprisingly good. Daging pada Beef Stroganoffnya agak liat, keliatannya kurang lama dirajam pake tenderizer hammer, tapi bumbu-bumbunya cenderung pas. Ngintip bumbu-bumbu waktu mereka masak, ternyata ada secret ingredients yang dipakai; suatu tepung bumbu bernama "Knorr Demi Glaze".

Setelah beres makan, kamipun langsung bergerilya ke deretan rak bumbu dan saus, tapi sayangnya hanya menemukan Sambel Dua Belibis Saus Cabe nya saja. Sedangkan Knorr Demi Glaze nya? Ternyata menurut keterangan dari staff dapur, barang tersebut tidak dijual tapi diadakan khusus untuk keperluan dapur. Too bad.

Kesimpulan akhirnya, selain dari standar service yang masih harus diperbaiki, kualitas dan kuantitas dan harga cukup menggembirakan.

Sayangnya menurut selentingan kabar, Carrefour di Braga Walk ini mengalami masalah kurangnya pengunjung dan mungkin akan berujung di relokasi. Padahal ada juga bangunan hotel disini, dan kalau nggak salah apartement juga. Tapi yang lebih mengherankan sebenarnya adalah bukanya juga gerai Star Mart yang langganan bercokol di bangunan apartement itu, nyaris sebelah-sebelahan dengan CaFo. Mengejar pembeli yang malas masuk hypermarket dan ngantri panjang di kasir? Rada-rada aneh soalnya, menempatkan diri untuk bersaing dengan Carrefour.

Anyway, akhirnya kami berhasil nemu secret ingredients yang dimaksud di toko Setiabudhi. Toko yang terkenal sebagai penyedia barang-barang import ini memang merupakan salahsatu tujuan utama untuk mencari item-item import yang sulit dicari di supermarket biasa. Cuma karena harganya yang lumayan yahud (sekitar 80K), dan perkiraan pemakaian yang hanya sewaktu-waktu, kami rada khawatir ujung2nya mubazir... ada yang mau share? (bay)

Keju Asli Indonesia, Mungkinkah?

If you find exciting the idea of three perfect cheeses arriving on your doorstep, then make a date with our monthly cheese Masterclass.

We choose cheeses from what is in season and in the best condition, and we provide detailed cheese notes to chew on.

Every Masterclass contains around 700g of freshly cut and individual cheeses (enough for 6-8 people) PLUS a pack of our own The Fine Cheese Co. Crackers (a different one every month) and tasting notes. Our monthly Masterclass arrives on the first Thursday of each month, ready for the weekend.

Ini salahsatu jualannya Times Selects bagian Food, berjudul "Cheese Masterclass". Program ini menawarkan paket "berlangganan" aneka keju kualitas tinggi yang dikirimkan dengan variasi berbeda-beda tiap bulannya. Suatu konsep yang menarik, apalagi bagi para epicurean yang doyan berpetualang rasa. Paket datang, undang temen-temen, buka wine (atau cola =), small party deh, sambil ningkatin wawasan kuliner soal per-kejuan.

Keju, adalah produk turunan dari susu yang kemudian ditambahkan kultur bakteri / ragi sesuai jenisnya, sehingga kemudian terjadi perubahan fisik dan rasa susu. Walaupun diperkirakan ditemukan di daratan Timur-Tengah, budaya pembuatan keju ternyata lebih ditekuni oleh bangsa-bangsa Eropa dan Mediterania.

Jenis keju umumnya dibedakan berdasar usia; muda (fresh, mild, soft), sedang, dan tua (keras). Umumnya tingkat kompleksitas dan intensitas rasanya pun ditentukan berdasarkan usianya ini; semakin tua, semakin intense. Kecuali, beberapa jenis keju khusus misalnya Blue Cheese. Walau merupakan keju muda, namun karakter rasa yang ditimbulkan oleh jamur blue molds cenderung menimbulkan rasa yang kuat pada keju.

Di Asia Tenggara, sayangnya, produk seperti "Cheese Masterclass" ini tidak ditemukan. Kalaupun ada, harganya premium. Ini terjadi karena kembali kepada lokasi negara-negara produsen keju tersebut, yang kebanyakan berada di daratan Eropa. Apakah Asia sama-sekali tidak memiliki jenis keju yang khas?

Di tataran Asia Barat, budi daya keju bisa ditemukan berkembang pada masyarakat India dan Nepal. Sedangkan budi daya keju di tatar Asia Timur/Tenggara, nyaris tidak dikenal keberadaannya, kecuali di beberapa negara saja yaitu Jepang, dan Philipina. Jepang memiliki jenis keju yang dinamakan "Tenshi Cheese", dan "Sakura Cheese". Jenis yang terakhir tersebut merupakan kreasi yang relatif baru, berbahan dasar susu sapi yang diberi perasa dari daun cherry gunung, dan memenangkan medali emas pada Mountain Cheese Olympics; perlombaan penciptaan keju internasional di Swiss. Keberadaan keju di Jepang sendiri, konon masuk pada masa Imperialisme Eropa dibawa oleh pelaut dan pendatang Eropa. Philipina, memiliki sejenis keju lembut bernama "Kesong Puti", sejenis cottage cheese yang dibuat dari susu Kerbau.

Bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini kalaupun ada produksi keju di Indonesia, rata-rata baru sekedar menganut gaya keju standar semisal Cheddar atau Gouda. Sebenarnya dengan potensi kuliner yang sedemikian kaya nya, keberagaman flora yang konon termasuk terbanyak di dunia, seharusnya Indonesia bisa turut menyumbangkan hasil karya keju khas Indonesia pada peta per-kejuan internasional. Keju Balado dari Padang misalnya, Keju Kumis dari Betawi, Keju Samara dari Sunda, Keju Keluwak dari Jawa, Keju Serai, Keju Kemangi, Keju Kuda Liar, atau bahkan, Keju Duren! Ditambah dengan masa simpan keju yang lumayan lama, keju bisa menjadi komoditas ekspor yang baik sekaligus khas. Ada yang berani mencoba ber-eksperimen?

Siapa tau saja suatu saat, Indonesia bisa mejadi salahsatu daerah tujuan wisata kuliner  / fine dining / cheese tasting Internasional juga. (bay)

the Beach House


Rating:★★★★
Category:Restaurants
Cuisine: International
Location:Echo Beach, Canggu, Bali
Great escape to Echo Beach; it was rainy Sunday all over! Pass through Kerobokan, and Canggu, Echo Beach at the last. First view on the ocean.. Surfers that looked like cold sardines in a big icy bowl, sprinkle wink, waiting turn for big waves, in humming voice they said “pick me.. pick me..” Their eyes so red, I love their guts..

Run and sitting in the Beach House for shelter, We never expected much, but bartenders and waiters are most genuine server so far, khika tried the frozen Margarita 40k, not really wise for this weather, and decided to join me for another Mojito 40k (they offered compliment for the margarita, since its never been “big” sipped) Thanks!

After a breeze the rain was gone, fire been light up, I took a walk and deeply inhaled fresh ocean bouquet, in far, a group of smile and proud people preparing a buffet. I dare to take pictures, they do wide choices, real fresh, and entertaining, asked them to grill a kilo of Clam 40k, and for appetite I took a plate of free Couscous, Coleslaw, Tomato-Pesto, also Potatoes Salad. This is when its start, Unbelievably Great! All right in mixed and originality..

Then the grilled Clam ready on my plate, I admitted of freshness, neither much watery nor dry, It done in Jimbaran style, with most shell black on both side, but medium-rare inside, looks white and shinny, marinated in blended tomatoes, garlic, salt, pepper, light vegetable oil, than finish by a lime. A bit flush down with mineral water after, my hint is don’t take any sweet dessert after fresh grilled seafood, since I like the scent of “light smoky ocean” stay in my palate..

Review, In terms of Furniture, Fixture, Decorative things, Table Set-up, Chinaware, Cutleries, Glassware, Sequences of Services, etc, miss-lead us to judged and put this restaurant in low-mid box .. but honest Sunday, need these in list; nice sunset view, warm friendly service, original ingredients cocktail, real fresh seafood, right grilling method, definitely reasonable price, and a plus is a clean toilet.. They have all.

More Picture posted in my album
http://dwasana.multiply.com/photos/album/5/the_Beach_House_Echo_Beach

Citrus Cafe: Refreshing Comfort


Rating:★★★★
Category:Restaurants
Cuisine: International
Location:Ruko Dharmawangsa Square and TIS Square, Tebet
Cafes are synonymous with light meals to accompany your chat. Mostly, light meals with heavy costs, for you are mostly paying for the atmosphere, and that cup of latte of course.

However, Citrus Café rings a different bell. Inspired by the freshness of the tangy fruit, and the fact that most of its dishes uses citrus-related flavorings for zest’s sake, the café stands proud with its serious meals, fun atmosphere and friendly service.

Interior-wise, the name does not necessarily mean that you will be thrown in an orange-yellow affair, though the décor of Citrus Café certainly gives a fresh vibe with its modern contemporary airs. However, its hues verge on the earthy side. White, brown and the occasional grey compliment the minimalist chairs and comfy sofas. A semi-outdoor patio with glass walls creates the illusion of outdoor dining without the noise or pollution.

Popular International and Indonesian dishes comprise the Citrus Café’s menu. Familiar dishes ensure its likeability among most people, and while its Spaghetti Carbonara may not be through-and through Italian-style authentic, it still is tasty and definitely acceptable. There’s something for everyone to nibble on, from traditional Indonesian Oxtail Soup to the unique Salmon Steak Spaghetti.

This is also a perfect place to talk about budget. It’s not often that you run to a café that offers filling meals with sensible pricing, and in Citrus Café, you can feast on a delicious Sirloin Steak complete with trimmings such as potatoes and fried eggs and it won’t even cost you Rp. 100.000,-. Talk about great value!

Citrus Café is simply begging for you to come and have a chat with old-time friends and while you’re at it, choose a few of the starters. The first pick is always the hardest, but you can always pick the starters sampler, containing a bit of everything, including calamari rings, spicy Thai Wings and Crispy Seafood in cute little ‘parcels’. Another great pick is the fried mushrooms-Fresh, medium sized champignons floured and fried, served with homemade tartar sauce.

What will be the main course? Well it really depends on your taste buds. Ordering the steak certainly won’t lead to disappointment, and if you’re looking to spice up the event then order the colorful Thai BBQ Chicken. The juicy chicken fillet barbequed to perfection gets a whole new spunk when combined with the spicy-sour Thai Sauce.

The Thai Sauce not adventurous enough to suit you? Then order one of the traditional Indonesian dishes. A wide range of options for fried rice, including the Nasi Goreng Kampung – A spicier and more authentic version of the all-time favorite item, complete with traditional fried chicken. There’s also a wide range of Oxtail Soup, from the regular, fried and the hot Sop Buntut Balado.

There’s always room for dessert, and a few scrumptious options too. Take the super-rich Chocolate Truffle cake for instance. It’s simply oozing with chocolate flavour, and the ecstasy would be complete if you’d order the a la mode version, complete with a scoop of vanilla ice cream. Don’t miss out on the fresh and flavorful drinks such as the Blueberry Smoothie and Strawberry Float, and if you’re in need of perking up then loads of wake-up drinks are at your command. Take the Caffe Amore and Kahlua Cappucino for instance.

With a vibe that combines hip and cozy, sensible pricing, and satisfying portions, Citrus Café is definitely one fresh option. (SG/DI)

Citrus Cafe
Ruko Dharmawangsa Square
Jl. Dharmawangsa 6 No. 40
Tel: (62-21) 726 0312, 726 0320
Cuisine: Indonesian, International

For more info about the restaurant:
Citrus Cafe Dharmawangsa
http://www.sendokgarpu.com/resto.php?sec=find&restid=328

Citrus Cafe TIS Square, Tebet
http://www.sendokgarpu.com/resto.php?sec=show&restid=329

Festival Jajanan Bango; ngantri, debu, dan kelaperan


Nambahin tulisan di album foto, berikut ini beberapa kekurangan Festival:



+ Promosi

Untuk produser sekelas Bango, saya kira mereka akan mikirin mengenai web presence atau setidaknya sumber informasi buat umum. Taunya? Coba search Google; nihil! Padahal keberadaan sumber info seperti ini perlu supaya baik calon pengunjung maupun calon peserta bisa nyari informasi lebih detail soal acaranya.



+ Lokasi

Mungkin divisi higienis tim panitia sedang berhalangan untuk perancangan event di Jakarta ini, jadinya ketika panitia memutuskan untuk memakai area sepak bola dari Lapangan Banteng, tidak ada keberatan. Walhasil suasana festival seperti diadakan di Gurun Gobi, bukan di Jakarta.



+ Sistem Kupon

Pembelian makanan via kupon is suck! 'nuff said. Kalopun panitia ngotot mau pake sistem yang udah ada sejak bazaar sekolah di taun '80an ini, setidaknya disediakan juga kemungkinan buat pengunjung beli kupon in advance. Walaupun dispenser kupon ada di sekitar tiga titik, nyatanya mereka gak sanggup melayani pengunjung yang membludak. Lebih parah lagi, mereka cuma nyediain satu stand buat cash-refund, padahal banyak sekali pengunjung yang langsung kalap minta kembali duit, waktu akhirnya pembelian via hard cash diijinkan.



+ Sistem Pemesanan Makanan

Antrean nggak teratur. Kalau untuk sekedar beli nasi goreng saja butuh ngantri sampe setengah jam (itupun pas nyampe masih harus pesen), lha kasian banget pengunjung... Beberapa stand saya liat udah cukup bersiap dengan menyediakan paket2 box makanan siap bawa, tapi selebihnya masih konvensional; pesen, dibuatkan, siap. Imagine doing that for about fifty hungry people at the queue.



+ Keberagaman Jenis makanan

Kenapa banyak banget stand Nasi Gila atau Nasi Goreng? Sementara hidangan-hidangan eksotik macam yang tersaji di acara launching buku cerpen nya pak Bondan malah minimal? Ini Food festival atau sekedar food court dadakan?



+ Supply makanan/minuman

Seperti di event Heritage Food in Heritage City (root of this event), penjual minuman kehabisan stock di jam-jam pertama acara! Sariwangi (co-sponsor?) kelihatannya kurang mengantisipasi acara dengan baik karena galon-galon minuman yang mereka bawa terlalu cepat habis. Banyak stand makanan juga sudah out of supply di sekitar jam 5 sore tanpa ada kabar mengenai re-supply. Padahal acara direncanakan sampe jam berapa? Jam 10 malam?



+ Informasi

Terkait dengan butir pertama, maka informasi mengenai event ini masih sangat minim. Tidak ada informasi on site / off site mengenai lokasi acara dengan tepat, informasi tempat parkir yang tersedia, akses terdekat, dan lainnya. Bahkan kalau pengunjung datang dari arah Gambir, mereka akan disambut dengan spanduk segede gaban soal pameran Botani.



Anyway, ada yang bertahan sampe acara selesai?



Kalo mau liat foto-foto tentang makanan, dipajangnya disini:

http://epicurina.multiply.com/photos/album/92



Epicuriously,



Mod




Appearances