Food Note: Bebek Goreng Cemara, Bandung

Pulang ngantor, isteri lagi mudik, di rumah nggak ada makanan. Berarti harus mampir ke warung.

Sejak sering ngelewatin jalan Karang Tineung (Cemara nyebrang perempatan yang ada tamannya), sebenernya udah ada satu warung yang gw tandain disini. Bebek goreng. Kebetulan dulu waktu sering nginep di kost-an adik di deket situ, warung ini salahsatu tempat makan malem favorit, apalagi kalau bukan karena bebek gorengnya emang enak! Sayangnya beberapa waktu kemudian, karena pembangunan hotel yang di belokan itu, tempat dagang warung bebek ini tergusur, dan setelah itu selama beberapa kali gw nginep di tempat adik, si warung nggak kunjung buka lagi...

Sampai akhirnya gw nandain warung bebek goreng di belokan ini, cuma 20 meteran dari tempat dagang langganan gw dulu itu, dan gw liat punya cara display makanan yang juga sama... this might be it.

Jadi malem itu akhirnya nyempetin mampir disini. Karena settingnya terlihat familiar langsung aja gw tanya sama yang jualan, apa dia dulu yang jualan di area hotel sekarang itu? Eh ternyata bener! Dan jadilah gw berharap tinggi pada sekerat daging bebek goreng yang gw pesan itu...

Sampe di rumah, nyalain tv dan duduk bersila di lantai, sebungkus nasi plus bebek goreng pun siap disantap. Sementara sate usus ayam nya sih udah abis dari kapan tau gw cemil sambil nyetir. Bebeknya sendiri sepanjang perjalanan pulang gw biarin bungkusannya terbuka, supaya uap bekas penggorengannya nggak ngulek didalem bungkus, dan ngebikin si begor nya jadi terlalu lembab.

Daging bebeknya empuk! tapi masih ada kenyal-kenyalnya jadi karakter tekstur khas bebeknya nggak ilang. Kulitnya lembek tapi juga sama empuk. Rasanya? Wah... masih tetep juara seperti dulu! Nggak ada rasa anyir khas daging bebek, termasuk di kulitnya dimana biasanya terdapat banyak kelenjar lemak. Bumbunya nggak aneh-aneh atau unik, just classically wonderful! Kecuali kulitnya yang lembek tadi, maka bagian lainnya gw hajar nyaris tuntas, termasuk beberapa tulang-tulangnya yang digoreng hingga crispy.

Sambelnya sendiri ala sambel pecel lele, tapi lebih ke mild sweet dan gurih, dengan tingkat pedes yang juga standar. jadi buat gw sih cocok banget, nggak sia-sia tadi minta dibanyakin sambelnya ma si ibu.

Selain dari bebek, warung ini jualan juga ayam goreng, sate ati / ampela, sate usus ayam, tahu - tempe, dan kadang ada ati / ampela bebek juga yang ukurannya gigantik itu. Semuanya enak.

Kadang ada pete juga =)

Buat yang masih belum hapal daerah yang dimaksud, Begor ini adanya di deket Karang Setra, tapi masih lebih "bawah" (Selatan) sekitar 500 meteran. Ambil jalan gedenya, yaitu Sukajadi, arah "atas" (Utara) dari Paris Van Java, belok kiri setelah perempatan yang ada taman nya (6 ruas jalan total), warungnya ada di ujung taman, seberangan sama Apotek Cemara, masih tetanggaan sama Bakso Kaget.

Harga begornya sendiri 15K, sate usus 1K, tahu dan tempe mungkin sama juga.

(bay)

3 comments:

Food Note: Telur Asin Asap

Jaman dahulu kala, yang gw inget dari telur asin adalah statusnya sebagai staple food dikala bepergian. Mau itu bersama lontong ataupun going solo, statusnya tetep, kalau mau jalan jauh atau piknik, atau kemping, maka telur asin ini harus ada!

Namun seiring waktu, kebiasaan itu sendiri lambat laun semakin berkurang, dan akhirnya menghilang...

... atau masih ada yang disuguhin telur asin plus lontong instead of McD kalau lagi darmawisata?

(Membayangkan acara outing kantor di Dufan, dan semua asik ngunyah telur asin dan lontong...)

Namun walaupun konsumsi nasional mungkin menurun, tapi penggemar makanan unik yang satu ini tetep ada, dan para juru masakpun tak henti-hentinya muncul dengan inovasi. Hal ini tak lain, karena aroma dan tekstur telur asin yang cenderung unik. Tidak se-unik Telur Pitan (Century egg), tapi karena itu pula lebih mudah untuk di padu-padankan dengan aneka masakan, salahsatu yang paling ngetop adalah Udang Telur Asin.

Dari sisi produsen, baik teknologi maupun cara pengolahan telur asin cenderung tidak berkembang banyak mungkin dalam limapuluh tahun terakhir. Namun demikian, salahsatu inovasi dalam hal pengolahan sesekali muncul misalnya seperti yang banyak dipraktikkan sekarang ini, yaitu dengan melakukan proses pengasapan di akhir proses produksi. Dan masyarakatpun kemudian mengenal satu varian baru makanan ini, yaitu Telur Asin Asap.

Dari segi penampilan, makanan yang satu ini memiliki ciri adanya karakter warna marbling kecoklatan pada kulit telur. Beberapa masih memiliki warna dasar biru, sedangkan lainnya ada yang coklat penuh sehingga memiliki kemiripan dengan telur pindang.

Sistem penjualannya, biasanya di toko-toko diletakkan di dry storage, dalam bentuk kemasan satu pak tapi boleh dibeli satuan.

Dari segi rasa, spesimen yang gw temui di Carrefour (gara-gara nyokap penasaran pengen beli), ternyata memiliki kualitas yang baik. Rasanya nggak terlalu asin, dan terdeteksi adanya aroma smokey yang lembut. Lucu juga soal aroma ini, karena setelah diperhatikan betul-betul sepertinya nyaris nggak ada perbedaan rasa dengan telur asin biasa, hanya saja penambahan aroma tersebut membuat sensasi kenikmatannya cukup berbeda. Apalagi nuansa aroma smokey nya ini terus terbawa hingga ke tahap aftertaste. Yang rada mengherankan, karakter aroma smokey nya ini justru lebih kuat di bagian kuning telurnya, dan cukup mengubah karakter rasa keseluruhan dari si kuning telur tersebut. In a good way surely.

Dijual dengan harga sekitar 3K, agak sedikit saja lebih mahal dibandingkan telur asin biasa, rasanya telur asin asap ini cukup menarik untuk variasi.

Jadi penasaran pengen nyobain juga telur asin asap yang grade-nya lebih bagus daripada punyanya Carrefour... (bay)

Image dari: http://telurasinasap.blogspot.com/ - websitenya Elmata, salahsatu produsen telur asin asap di Solo.

3 comments:

Food Note: Nasi Goreng depan Pasar Sederhana, Bandung

Di depan Pasar Sederhana, Bandung, kalau malem-malem biasanya sebagian area parkirnya berubah menjadi area jualan makanan. Selain dari tenda Sate dan Pecel Lele, ada satu tenda Nasi Goreng disini yang hadir tanpa merek. Tapi walau tanpa merk nggak berarti kualitasnya meragukan. Desas-desus yang beredar justru menginformasikan kalau di tenda ini kualitas nasi gorengnya above-average.

Setelah beberapa kali lewat dan nihil nggak nemu tendanya, bbrp malem lalu akhirnya ketemu juga tendanya, dan langsung mesen nasgornya satu porsi. Waktu ngobrol sama pemilik sekaligus tukang masaknya, ternyata mereka sempet bbrp lama nggak jualan gara-gara jalan keluar rumahnya sedang di-pelur (istilah Sunda untuk disemen ulang).

Di sebelah ketel penggorengan, bertengger satu wadah jumbo berisi saus berwarna hijau kekuningan. Waktu ditanya itu apa, oh ternyata bumbunya... Style nasgor disini adalah nasgor kecap. Selain dari nasgor terdapat juga Mie Goreng, dan Mie Rebus. Minimalist menu...

Pilihan nasgornya cuma dua: dengan atau tanpa sambel. Sebagai pecinta yang manis-manis dan lucu-lucu, sudah tentu saya milih yang tanpa sambel. Nasi yang sudah selesai digoreng, kemudian diberi topping sebagai berikut: ayam suwir berwarna kekuningan yang cukup generous, acar cukup asem, dan 2 pcs kerupuk udang. Porsinya sendiri lumayan.

Dari segi rasa, walaupun bertajuk nasi goreng kecap, namun karakter rasa kecapnya cukup-cukup saja dan tidak terlalu dominan. Walaupun penampilan bumbu mentahnya terlihat kaya bawang putih, namun ternyata karakter bawangnya lembut-lembut saja. Malah on overall kekuatan bumbunya juga sedang-sedang saja, cuma memang komposisinya yahud! Ayam suwir berwarna kuningnya cukup medok, dan porsinya bisa cukup dimakan sampai suapan nasi terakhir... suatu hak asasi yang jarang dimengerti para penjual nasi goreng tenda umumnya...

Oh ya, selain ayam, nasi goreng ini cuma mengandung telur. Jadi bagi mereka yang rada geuleuh dengan irisan baso tepung pada nasi gorengnya bisa bernapas lega. Kualitas nasinya juga bagus, dan karena cukup light maka ater-taste nya juga terbebas dari serangan leher berminyak atau rasa giung yang mengganggu.

Walaupun tadinya saya berharap karakter rasa yang lebih condong ke nasgor nya chinese food (gurih dan kaya kecap inggris), tapi untuk harga 9K all in all pengalaman makan nasi goreng Pasar Sederhana ini sama sekali tidak mengecewakan. Apalagi ayam suwirnya cukup melimpah.

Yang kurang? Pilihannya tentu. Soalnya kebayang kalau base nasi gorengnya aja udah enak seperti ini, mau diajak tempur sama sidekick lainnya pun pasti edun. Kalaupun nggak something fancier seperti udang dan seafood, minimal ati-ampela lah. Atau mungkin si mang yang jualan perlu diajak ke Banda Aceh sekali-kali, buat ngeliat gimana beragamnya jenis lauk yang bisa diikutsertakan sebagai teman makan nasi goreng. (bay)

5 comments:

Food Note: Carrefour Resto Braga - Braga Walk, Bandung

Berbeda dengan lazimnya Food Court Carrefour yang terpisah, maka di Braga Walk ini food courtnya terletak di tengah-tengah area perbelanjaan. Style ini sebelumnya telah diadaptasi dengan baik oleh Giant cabang Plaza Semanggi, dimana para pengunjung bisa langsung duduk untuk makan atau rehat sejenak tanpa harus keluar area perbelanjaan dahulu.

Dengan demikian, sama halnya di CaFo Braga Walk ini, pengunjung bisa beristirahat sejenak sambil minum / makan ditengah-tengah kegiatan wisatanya.

Koq wisata?

Lho bukankah berbelanja memang merupakan salahsatu bentuk rekreasi masyarakat kota? Mau beli sabun cuci dan beras pun harus ke hypermarket... alasannya, "sekalian refreshing". (... dan berakhir dengan migrain akibat over budget... )

Jadi sebenernya langkah yang dilakukan Giant dan CaFo ini sudah cukup jitu. Lagi belanja cape? Parkir trolley, ambil teh botol dari cold display, duduk, minum, bayar. Atau sekalian saja "ngemil" dulu nasi goreng Yang Chow atau Beef Stroganof.

Tapi jangan keburu kecil hati juga, istilah "ngemil" mungkin terlalu under-estimating buat sebagian besar pengunjung berperut normal, karena sebenarnya dengan harga yang termasuk ekonomis untuk daerahnya (rata-rata 10K), porsi yang ditawarkanpun ternyata tidak mengecewakan. Apalagi dengan banyaknya pilihan yang ditawarkan, Resto Braga nya Carrefour ini bisa jadi pilihan yang menarik dan murah meriah.

Awalnya waktu kami datang, tempat ini kelihatan sepi dan hanya ada dua pelanggan, mungkin karena pengunjung lain banyak yang ragu dengan kualitas tempat ini. Sedangkan kami karena penasaran, tanpa banyak menimbang-nimbang langsung mencari tempat duduk. Setelah menimbang-nimbang beberapa pilihan, akhirnya saya milih Nasi Goreng Yang Chow (10K) yang kelihatannya sedang naik daun. Kelebihan dari nasi goreng yang satu ini adalah, isinya yang condong kearah nasi goreng seafood, tapi dengan tambahan sayuran dan karakter rasa yang light. Isteri memesan Beef Stroganoff (10K). Minumnya Teh Botol Sosro dan Fruit Tea (2.5K).

Mungkin aura epicurean kami terasa kuat, maka tak berapa lama kemudian turut bergabung sekelompok remaja, yang sebelumnya beberapa kali bolak-balik tempat ini. Tak lama kemudian turut bergabung sekelompok remaja lainnya, dan tak lama kemudian Resto Braga inipun fully-booked hingga ke meja seberang.

Sayangnya, kapasitas staff yang hanya dua orang, ditambah sistem yang kelihatannya masih belum jelas, mengakibatkan masalah dalam pelayanan. Misalnya pesenan saya, berhubung pelanggan-pelanggan lain kompak memesan nasi goreng seafood, maka dengan heran saya perhatikan Juru Masak yang bertugas menyatukan pesanan saya dengan mereka. Padahal saya sudah dua kali mengingatkan ybs kalau saya memesan Nasgor Yang Chow duluan. Dan Yang Chow sudah jelas beda dengan Seafood... lah di menu nya aja dibedain... Pun ketika sepiring nasi goreng akhirnya terhidang di hadapan saya, dan saya tanya apakah ini Nasgor Yang Chow? Si Juru Masak (dengan muka tegang) mengiyakan. Padahal jelas-jelas saya lihat ia berasal dari wajan yang sama dengan pesanan tetangga-tetangga saya ini.

Tapi berhubung sudah tiga kali strike, saya jadi ragu mau komplaint, bukan apa-apa, khawatir nggak nemu jalan keluar, lha udah tiga kali diingetin... Diprotes juga keliatannya sia-sia... hehe. Pilihan akhirnya tinggal dua: walk-out, atau pasrah nrimo. Dan berhubung pesanan isteri nggak ada masalah, sayapun milih options number two saja, toh karakter rasanya tetep mirip-mirip. Apalagi setelah nyoba sambelnya dan jatuh hati...

Oh ya, selain dari menu masakan yang dimasak langsung, terdapat juga aneka pilihan paket siap saji, termasuk paket ayam bakar dan nasi rendang daging sapi. Mau di-combine dengan pilihan menu masak langsungnya juga boleh-boleh saja koq.

Selain catatan soal pelayanan tersebut, dari soal taste ternyata surprisingly good. Daging pada Beef Stroganoffnya agak liat, keliatannya kurang lama dirajam pake tenderizer hammer, tapi bumbu-bumbunya cenderung pas. Ngintip bumbu-bumbu waktu mereka masak, ternyata ada secret ingredients yang dipakai; suatu tepung bumbu bernama "Knorr Demi Glaze".

Setelah beres makan, kamipun langsung bergerilya ke deretan rak bumbu dan saus, tapi sayangnya hanya menemukan Sambel Dua Belibis Saus Cabe nya saja. Sedangkan Knorr Demi Glaze nya? Ternyata menurut keterangan dari staff dapur, barang tersebut tidak dijual tapi diadakan khusus untuk keperluan dapur. Too bad.

Kesimpulan akhirnya, selain dari standar service yang masih harus diperbaiki, kualitas dan kuantitas dan harga cukup menggembirakan.

Sayangnya menurut selentingan kabar, Carrefour di Braga Walk ini mengalami masalah kurangnya pengunjung dan mungkin akan berujung di relokasi. Padahal ada juga bangunan hotel disini, dan kalau nggak salah apartement juga. Tapi yang lebih mengherankan sebenarnya adalah bukanya juga gerai Star Mart yang langganan bercokol di bangunan apartement itu, nyaris sebelah-sebelahan dengan CaFo. Mengejar pembeli yang malas masuk hypermarket dan ngantri panjang di kasir? Rada-rada aneh soalnya, menempatkan diri untuk bersaing dengan Carrefour.

Anyway, akhirnya kami berhasil nemu secret ingredients yang dimaksud di toko Setiabudhi. Toko yang terkenal sebagai penyedia barang-barang import ini memang merupakan salahsatu tujuan utama untuk mencari item-item import yang sulit dicari di supermarket biasa. Cuma karena harganya yang lumayan yahud (sekitar 80K), dan perkiraan pemakaian yang hanya sewaktu-waktu, kami rada khawatir ujung2nya mubazir... ada yang mau share? (bay)

5 comments:

Dua Belibis Saus Cabe


Rating:★★★★★
Category:Other
Berawal dari kunjungan gw dan isteri ke gerai fast foodnya Carrefour Braga Walk, kami jadi penasaran sama sambel yang satu ini. Awalnya karena botol sambel di bagian meja kami kosong, oleh cook yang bertugas kami dikasih langsung sambel dalam botol aslinya. Kalau biasanya mungkin cuma bisa berujar "enak" dan "nggak enak" dan cuek bebek sama merk sambelnya berhubung nggak tau juga, nah kali ini berhubung tau merknya, dan ternyata sambelnya cocok banget di lidah gw, jadilah pulang dari sana bawa belanjaan satu botol sambel ini.

Tingkat pedes tinggi. Dalam skala Seuhah 1 - 10, sambel ini di tingkat 6 / 7. Awalnya mungkin enak-enak aja tapi hati-hati ada aftertaste nya yang bikin level pedesnya naek setingkat dua tingkat. Alamat kepedesan justru setelah selesai makan.

Karakter rasanya sendiri pedes manis gurih dengan aroma BAWANG PUTIH yang kuat. Jadinya edun. Beruhubung gw lebih sweet tongue dalam hal milih sambel, makanya Dua Belibis Saus Cabe ini cocok banget sama selera. Isteri sendiri yang biasanya nggak terlalu doyan sambel manis jadi ikutan suka juga.

Jeleknya? Selain dari tingkat pedes yang lumayan bikin keringetan, makanan apapun pake saus ini jadi berasa enak... Koq jelek? Yaa karena jadinya seringnya real-taste dari si makanan ketutup dengan sukses, apalagi yang bumbu2nya emang nggak terlalu kuat.

Sejauh ini yang kami temuin cuma versi botol kaca gede; retro sekali. Tadinya kami pikir kebanyakan tapi ternyata diserbu sama berdua jadi sebulanan juga dah abis.

Recommended.

28 comments:

Food Note: Mie Ayam Wonogiri, Terusan Sutami, Bandung

Sejak awal scouting daerah sini, sebenernya udah tertarik buat mampir, namun apa daya situasinya selalu nggak pas. Kebetulan beberapa waktu lalu perlu ngurangin isi tabungan di ATM deket sini, pulangnya ya sekalian aja makan siang.

Walaupun lantainya masih semi-tanah, dan posisinya disebelah selokan, tapi on overall kebersihan terjaga. Di depan warung dia biasanya bercokol warung nasi gudeg. Believe it or not, populasi warung nasi gudeg di Bandung ini relatif cukup tinggi, dibandingkan Jakarta apalagi. Rata-rata warung tidak permanen di sisi jalan yang lumayan ramai.

Balik ke warung mie ayam ini, pilihan menunya ada empat; terbagi atas dengan / tanpa baso, dan porsi normal / jumbo. Menarik. Sayapun memesan porsi jumbo (9K) supaya puas!

Pesanan datang tak lama kemudian. Ternyata status jumbo yang ditawarkan tidak basa-basi, dan sayapun mulai ragu apa kalau dihabiskan nggak bikin ngantuk nantinya di kantor? Ah ya su...

Tekstur mie agak keras dengan aroma terigu yang kuat, khas mie ayam gerobak. Tapi karakter rasanya mirip yamin mie ala chinese food. Toppingnya cukup lumayan melimpah dan isinya beneran ayam, bukan daging olahan kedelai yang banyak dipakai di mie ayam gerobak di Jakarta. Mungkin untuk menjaga keotentikan rasa, sambal yang dipakai tetap sambal "pasar", namun dari jenis yang branded sehingga masalah higienis dan kesehatan lebih terjamin (barangkali). Merknya "Sambal Sari Sedap", warnanya nggak se-oranye sambal pasar yang biasa dijual di pasar (tentunya) atau abang-abang keliling dalam jerigen. Rasanya? sinful pleasure! Enak euy! Masih setingkat lebih enak daripada sambel pasar biasa yang misterius itu.

Menemani mie ayam, kualitas baksonya lumayan, cukup crunchy walau rasa dagingnya kurang nendang. not bad lah buat kelas pinggir jalan. Hal yang juga menarik di tempat ini, adalah tersedianya aneka gorengan untuk menemani makan mie. Jadi inget kebiasaan masa sekolah dulu, abis pesanan mie ayam siap, nggak langsung santap tapi beranjak ke gerobak bakso malang dulu buat nambah "topping" mie ayamnya, biasanya nambah tahu sama baso kecil2 yang rasanya terigu vetsin doang. Luxurious lunch dimasa itu.

Kesimpulannya, walaupun dari segi rasa masih kalah beberapa level dibandingkan sama current champion, Mie Ayam Yunus di Pasar Tebet, dan masih satu level kalah enak dibandingin mie ayam seberang kantor, tapi kualitas cukup memuaskan lah, sambelnya juga lebih sehat, apalagi porsinya yang jumbo itu sangat bermanfaat bagi anda yang biasanya makan satu porsi mie ayam reguler dan perut masih meraung-raung.

Lokasi tepatnya ada di "atas" kampus Maranatha, sebelah gerbangnya Bandung International School, Gambrinus. (bay)

9 comments:

Appearances