Icon Kuliner Indonesia

Perancis sebagai pusat kuliner dunia, memiliki budaya masak-memasak yang berakar jauh sejak abad pertengahan dahulu. Karena usaha keras dari para master-chef selama beberapa generasi (dan mungkin juga karena rese nya lidah para bangsawan dan borjuis Perancis) , maka Perancis pun muncul sebagai suatu bangsa dengan budaya kuliner yang nomor wahid. Banyak Chef internasional kenamaan dididik dengan gaya kuliner Perancis, sebelum akhirnya mengadopsi gaya tersendiri yang mereka anggap pas dan mewakili potensi dirinya dengan baik. Dengan prestasi dan matangnya sistem kuliner di negeri ini, maka tak heran kalau Perancis, secara aklamasi telah dianggap sebagai salahsatu kiblat utama kuliner.

Mengatasnamakan Perancis, terdapat aneka ragam item kuliner yang mendunia dan dianggap khas negara menara Eiffel ini. Sebut saja misalnya Escargot; makanan berbahan dasar siput jenis khusus yang diternakkan juga secara spesial. Atau Foie Gras; pasta dari hati angsa yang diternakkan secara khusus pula. Atau jamur Truffel alias emas hitam, dengan aromanya yang khas, langka, tumbuh jauh didalam tanah dan hanya bisa didapat pada musim tertentu dengan cara khusus pula. Dan jangan lupakan Wine serta aneka ragam Keju (walaupun dua terakhir ini lebih merata di kalangan negara-negara Eropa). Baru-baru ini, Perancis kembali membuat kejutan dengan menciptakan icon kuliner baru; Snail Caviar! dengan nilai nominal yang sama-sama mencengangkan mata.

Di sisi dunia lain, kita temui Jepang sebagai salahsatu kiblat kuliner dunia dengan ciri yang juga khas, dan tingkat kematangan budaya kuliner yang juga tinggi. Menyebut negeri ini, maka imaji para epicureanpun akan langsung teringat dengan makanan Sushi, Sashimi, Sake, Shochu, Wagyu Beef, Udon, Ramen, Gari serta aneka acar-acaran unik lainnya yang menggugah selera, atau dalam versi lebih umumnya; Sukiyaki, Teppanyaki, Teriyaki, Yakiniku, Hanamasa dan Hoka-Hoka Bento =D.

Bagaimana dengan Indonesia? Di kalangan Asia Tenggara saja, masakan Indonesia masih jauh kalah ngetop dibandingkan negara-negara tetangga yang sudah lebih dulu mempersiapkan diri untuk berkibar di kancah dunia internasional. Sebut saja misalnya negara Thailand. Siapa tidak kenal Tom Yum soup yang pedas segar itu? Vietnam dengan Pho nya? Malaysia dengan Laksa nya? Nasi Lemak? Singapura dengan Singaporean Chili Crab?

Sate (Satay) mungkin bisa dianggap sebagai salahsatu icon kuliner Indonesia yang sukses, walaupun masih mungkin suatu saat akan lebih dikenal sebagai Malaysian Satay, simply because negara tetangga ini lebih internationally exist. Atau mungkin juga Rijstaffel, "Nasi Rames"nya kalangan elite Belanda era pra-revolusi dulu, walaupun sekarang sudah semakin langka disajikan di dalam negeri, dan mungkin diluarpun hanya dikenal di kalangan yang lebih terbatas juga.

Namun apakah memang cuma segini potensi kuliner bangsa ini? Bagaimana dengan Pempek? Rendang? Gudeg?

Apakah ini diakibatkan karena Indonesia kekurangan kekayaan budaya kuliner?
Apakah karena resep masakan Indonesia sulit direproduksi secara internasional?
Apakah makanan Indonesia sulit disesuaikan dengan lidah dunia global?

Kelihatannya bukan karena hal-hal tersebut, tapi lebih kepada inisiatif kita sendiri yang kurang gigih memperkenalkan dan memperjuangkan kekayaan budaya kuliner negeri kita ini di kancah internasional. Atau jauh lebih mencintai makanan import dibandingkan makanan lokal? Kurang banyak yang bepergian jauh akibat tanah kelahirannya terlalu kaya dan mencukupi? Sehingga exposure internasional terhadap budaya kuliner Indonesia dari tahun ke tahun selalu marginal?

Walaupun Tahun Kunjungan Wisata 2008 sudah hampir lewat, marilah kita mulai berinisiatif mempromosikan makanan-makanan khas negeri ini, baik dalam memikat pelancong luar negeri untuk berkunjung, maupun dalam memperkenalkan kekayaan budaya kuliner kita ini ke manca negara. Caranya? Bermacam-macam... blogger melalui tulisan, fotografer melalui potret, dll. Siapa tau, pemerintah akhirnya terbangun dari tidur abadinya dan mulai serius mengurusi salahsatu pusaka bangsa ini, tanpa harus "ditegur" dulu melalui musibah-musibah internasional, semisal aneka klaim paten yang akhir-akhir ini banyak menggerogoti karya anak bangsa.

Ada yang punya saran kira-kira jenis makanan apakah yang bisa dijadikan icon kuliner Indonesia? Ditunggu. (bay)

12 comments:

4 Disiplin Epicurean!

Jadi epicurean memang menyenangkan, bisa terbang ke langit ketujuh hanya gara-gara nemu makanan enak! Mata merem-melek, instant contemplation, atau seakan mendadak dapet pencerahan dari sepiring makanan. Nggak butuh narkoba, psikotropika, dan sejenisnya, cukup makanan! Hoho!

Tapi dalam rangka nyari makanan enak tersebut, tak jarang seorang epicurean juga harus melalui dahulu tahap-tahap eksplorasi yang tak jarang harus dibayar mahal, diantaranya membengkaknya lingkar pinggang, dan terganggunya kesehatan. Baik dari konsumsi makanan enak yang berlebih, atau akibat terlalu banyak nemu sample yang nggak enak jadi rasa laparnya tidak terpuaskan. Timbunan lemak meningkat? Kolesterol tinggi? Perut makin buncit? Mungkin tidak dalam jangka waktu cepat, tapi kalau dibiarkan maka akibatnya bisa fatal juga, atau permanen. Stroke? Diabetes? Karena itulah menjadi seorang epicurean sebenarnya bisa sama berbahayanya dengan menjadi konsumen obat-obatan terlarang yang disinggung diawal tulisan tadi. Ini akan terjadi, apabila profesi epicurean tidak dibarengi dengan disiplin yang kuat.

Disiplin pertama, adalah menghindari kecanduan. Kegiatan, atau hobby apapun kalau sudah sampai tahap kecanduan (can't say no) maka akan membawa akibat buruk.

Disiplin kedua, adalah membatasi diri sesuai porsi. Pengetahuan mengenai gizi akan sangat bermanfaat disini. Perhatikan berapakah asupan energi (dan gizi) yang pas buat badan kita, dan usahakanlah untuk mematuhi perhitungan ini. Bingung ngitungnya? Terapkan saja aturan sederhana; janganlah makan berlebih, apalagi sampai kekenyangan. Tanda-tanda kenyang? Selain dari perut terasa penuh, biasanya akan ada early warning berupa sendawa.

Disiplin ketiga -- yang tak kalah penting, dan mungkin paling mudah diterapkan ---, adalah kebiasaan mengunyah!

Kenikmatan makan, dialami manusia normal 100%nya pada tahap-tahap awal makan; mengecap, dan mencium. Secara teknis, didalam rongga mulut manusia terdapat tasting buds (indera pengecap) pada beberapa lokasi; lidah, pangkal lidah, serta sedikit bagian langit-langit mulut. Lidah memiliki peranan terbesar, dengan konsentrasi indera pengecap pada bagian pinggir lidah. Selain dari tasting buds, hal yang juga penting adalah indera penciuman kita. Indera yang terletak di rongga hidung ini, turut terpengaruh oleh makanan bahkan sebelum makanan tersebut masuk ke mulut kita. Pada saat makan, indera ini juga secara terus menerus mendapatkan rangsangan dari makanan yang kita santap, baik secara internal melalui hidung, maupun secara internal melalui saluran pernapasan.

Bagaimanakah cara indera pengecap mengenali rasa makanan? Berdasarkan reaksi kimia. Bahan makanan yang masuk ke mulut, segera akan bereaksi dengan saliva (air ludah) sehingga terurai menjadi unsur-unsur kimiawi yang kompleks. Komponen kimiawi inilah yang kemudian ditangkap oleh para indera pengecap di mulut, dan diteruskan pesannya ke otak.

Bagaimana caranya agar makanan dapat melepaskan unsur-unsur kimianya? Dengan mengunyah! Memang didiamkan sajapun si makanan lambat laun akan terurai sendirinya akibat reaksi dengan saliva, namun kegiatan mengunyah akan sangat membantu mempercepat proses ini.

Epicurean yang kegemukan, kalau diperhatikan dengan seksama, seringkali terjadi akibat memelihara kebiasaan buruk untuk menelan makanan sebelum dikunyah dengan betul! Jadinya sebelum si makanan menyampaikan seluruh potensi rasa nya, ia sudah keburu diusir dari mulut, dan masuk ke perut untuk dicerna. Dalam tahap ini, sudah tidak ada lagi pesan-pesan rasa yang bisa disampaikan tubuh, karena sudah masuk tahap pengolahan lanjutan. Nutrition takes precendence!

Karena si makanan tidak men-deliver secara penuh potensi rasa nya, maka besar kemungkinan si pelahap akan membutuhkan jumlah makanan yang lebih banyak dari seharusnya, untuk bisa mencapai tahap puas. Semakin pro anda, semakin sulit terpuaskan pula, dan ini bisa berujung pada fenomena "bottomless pit", atau "sumur tiada berujung" pada perut anda. Diisi terus, walaupun sebenarnya sudah melebihi kapasitas yang seharusnya.

Dan akibatnya, aneka masalah kesehatan pun perlahan mulai muncul...

Dengan disiplin mengunyah, maka si makanan akan memiliki waktu lebih lama didalam mulut untuk mengeluarkan seluruh potensi rasanya. Potensi rasa, yang mungkin malah tidak akan termunculkan jika kita terlalu tergesa-gesa dalam mengunyah, dan hanya berhasil merasakan sensasi rasa dari lapisan "kulit"nya saja. Hal ini juga secara otomatis akan menyebabkan kita menyantap dalam jumlah yang lebih sedikit dari biasanya -- Less penalty for your stomach.

Disipilin keempat, sesuaikan tujuan! Apakah anda akan makan, ataukah akan uji-rasa?

Ingat figur kartun Anton Ego di film Rattattouille? Sewaktu Remy menyindir apakah benar ia seorang penggemar makan karena badanya sedemikian kurus, dengan angkuhnya ia menjawab "I don't LIKE food, I LOVE it. If I don't LOVE it, I don't SWALLOW".

Jadi menurut Anton Ego, kalau nggak suka? Jangan ditelen! 

Walaupun mungkin tidak perlu se-drastis ini tindakannya, tapi inti pesannya tetep sama; untuk seorang epicurean; penggemar makan enak, saat food tasting, nggak perlu sampe ngabisin satu atau dua piring penuh makanan untuk sampai pada kesimpulan tentang rasanya. Karena biasanya dalam satu atau dua suapan pun, seorang epicurean sudah bisa menganalisis kualitas suatu makanan dengan cukup baik. Selebihnya? Sudah masuk ke ranah "makan", bukan lagi "uji-rasa".

Disiplin dalam hal ini berarti, kalau anda memang sedang melakukan "uji rasa", maka fokuskan pada sampling banyak jenis makanan, masing-masing dengan jumlah sedikit. Bukan nyoba banyak menu dalam porsi full! Makanya banyak event food-tasting yang diadakan Epicurina sifatnya itu food-sharing, atau "keroyokan" terhadap beberapa menu yang dipesan bersama.

Sedangkan kalau konteksnya sudah berubah menjadi "makan", maka silakan fokus pada satu atau beberapa jenis makanan saja. Tapi tentunya tanpa melupakan tiga disiplin yang sudah diuraikan sebelumnya!

Jadi seorang epicurean bisa tetep sehat? Mengapa tidak? Asalkan mau disiplin! (bay)

5 comments:

Hary Crab

Rating:★★★★
Category:Restaurants
Cuisine: Steak / Seafood
Location:Jl. Pahlawan, Samarinda, Kalimantan Timur
Bingung nyari makanan khas Samarinda? Di kota yang mengedepankan Amplang (Kuku Macan) sebagai snack resmi daerahnya, ternyata salahsatu masakan khas yang harus dicoba disini adalah Seafoodnya, dan Harry's Crab merupakan salahsatu yang banyak direkomendasikan para pelancong di kota ini.

Menempati toko sederhana di pertigaan jalan, harry's Crab yang buka sejak sore hari hingga jam 11 malam (waktu setempat, WITA) ini selalu dipenuhi oleh pengunjung. Tak peduli weekend maupun hari biasa, selalu ramai. Kalau cuaca sedang cerah, anda bisa memilih untuk duduk di bangku luar (open air) atau di ruangan dalam (berkipas tapi tetep panas).

Menu andalan di tempat ini adalah Kepiting tentunya, namun silakan coba menu-menu lainnya juga dari bahan baku udang, ikan, cumi-cumi, dan kerang. Kerang rebusnya cukup nendang sampai ke ubun-ubun.

Pilihan cara masaknya sayangnya cukup terbatas; bakar, rebus, masak bumbu saus tiram, atau asam manis, atau jenis bumbu standar lainnya. Tapi karena rata-rata tingkat kesegaran bahan baku seafood yang ditawarkan cukup bagus, dan handling kualitas bumbunya bagus, sehingga dimasak apapun paduan rasanya bakalan oke deh.

[Btw, buat anda yang rada kurang imaginatif, disini masih ada juga pilihan menu ayam dan bebek goreng koq.]

Harga-harga cukup terjangkau; Kepiting di bilangan 40K (biasa) atau 50K (kepiting telur), Kerang Rebus 15K seporsi besar, lainnya sih belum tau pasti tapi menilik contoh harga tersebut maka keliatannya nggak sampe buat jebol kantong bukan?

Untuk kepitingnya, rata-rata berukuran sedang saja, dimasak dengan bumbu yang legit dan "bulet" untuk menambah kenikmatan. Kaki-kaki kecil tidak disertakan, cuma capit dan body saja. Sample yang pernah dicoba mengindikasikan kalau kepitingnya masih agak muda, atau dari jenis khusus yang bisa dimakan habis sampe ke tulang-tulang rawan yang terdapat di body nya; less messy, less trash.

Price-wise, taste-wise, dan uniqueness-wise, wajib dikunjungi. (bay)

Hary Crab Pahlawan (Sari Laut)
Jl. Pahlawan / Kulintang No. 41
(0541) 745201
Samarinda 75123
Kalimantan Timur
Indonesia

2 comments:

Appearances